Hari
itu adalah hari jumat diminggu ke 4 Bulan Agustus atau minggu terakhir masa
liburan semester genapku. Inisiatif tulisan ini muncul ketika aku berjumpa
dengan Anda pada majelis yang sama, Sholat Jumat di masjid Sabilul Falah (Selanegara). Aku
masih ingat, Anda duduk persis di sebelahku. Aku mengenal Anda sebagai seorang
Kepala Desa (Kades) Selanegara dan (mungkin Anda tidak mengenal aku sama sekali.
Perkara Anda mengenal aku atau tidak, aku tidak peduli. Waktu itu, saat khutbah
jumat berlangsung, Anda begitu khidmat memperhatikan sang imam. Buktinya,
beberapa kali aku sempat mendengar bisikan-bisikan lirih dari mulut Anda
saat Anda mencoba melanjutkan
hadis-hadis yang dibacakan oleh sang imam pada saat khutbah. Sayangnya sikap Anda
yang begitu khidmat, tidak diikuti oleh aku yang duduk di samping Anda. Anda
tahu, aku terlalu sibuk memeperhatikan Anda. Aku terlalu sibuk berimajinasi
tentang apa-apa saja yang telah Anda lakukan pada desa kita. Aku terlalu sibuk
memutar memori tentang keluhan-keluhan warga di desa kita, Desa Selanegara.
Keluhan-keluhan tentang keadaan desa, tentang pembangunan desa, tentang model
kepemimpinan Anda. Akhirnya semua
imajinasi terhenti saat sang bilal
menyerukan ikomah. Sidang jumat hari ini begitu cepat batinku. Aku, Anda,
beserta jamaah lain pun bergegas
melaksanakan sholat jumat. Seusai sholat jum’at, akhirnya aku tulis intisari
dari ini semua, sebuah surat terbuka untuk Anda, Pak Kades. Begini.....