Bertahun-tahun nanti, saat kami
bertemu dengan kawan baru, (mungkin) kami akan menjumpai pertanyaan-pertanyaan
menggelitik seperti apa yang telah kami
dapati bertahun-tahun lalu.
“Lho mas-nya berdua ini anak
kembar toh ?”
“Gimana sih rasanya jadi anak kembar
?”
“masa sih kembar ? dulu mbah
buyutnya ada yang kembar ya ?”
“hah kembar ? adeknya yang di
rumah kembar juga gak ? hehehe”
Begitulah teman-teman dekatku
seringkali menanyai tentangku dan juga kembaranku. Sejak aku kecil hingga
sekarang, sudah (terlalu) sering teman-temanku menanyakan perihal sense menjadi anak kembar. Tak jarang pula mereka sering "membumbui" pertanyaan
mereka dengan statemen-statemen lucu yang lebay.
“Lho mas-nya berdua ini anak
kembar toh ? ihhh lucuu, pengen deh punyak adek kembar, menggemaskan...”
“Gimana sih rasanya jadi anak
kembar ? ihh, pengen deh punya anak kembar, kayaknya seruu , unyu-unyuu gituh”
“masnya ini kembar ya ? ihh,
pengen deh punya kembaran, biar bisa tukeran pacar.. haha “ -___-
Begitulah mereka, selalu memaksa kami untuk foto bersama. Jika kami menolak, aku yakin mereka akan 'merengek-rengek' #hahaaa |
Begitulah teman-temanku –terutama
teman cewek-, mereka selalu mengimajinasikan anak kembar seolah-olah adalah
‘Dewa paling unyu-unyu’ di muka Bumi ini. Kadang aku khawatir, seandainya aku
yang saat ini adalah balita tanggung, mungkin pipiku akan merah memar, dicubit
sana-sini oleh mereka. Hahaa :D
Dulu, saat aku kecil, orang tuaku
sebisa mungkin memperlakukan kami dengan adil. Untuk menghindari rasa iri,
segala sesuatunya selalu disama-samakan. Misalnya, saat ibu membelikan kami baju
baru. Model yang ibu beli pasti sama, cuma warnanya saja sengaja dibedakan.
Meski model baju yang ibu belikan sama, kadang tetap saja kami berantem,
berebut baju dengan corak atau warna yang paling menarik. Kalau sudah berebut
seperti ini, tak ada satu pun yang mau mengalah diantara kami. Dan tentu, bapak
ibulah yang paling pusing saat menghadapi situasi seperti ini (mungkin, hal-hal seperti inilah yang menjadi 'kebahagiaan' bagi mereka saat merawat anak kembar seperti kami hehehe)
Namun, saat kami mulai dewasa,
kami tumbuh dengan karakter atau identitas masing-masing. Kami tak mau
lagi segala sesuatunya disama-samakan. Tak mau lagi dibeliin baju, celana, tas,
sepatu dengan model dan warna yang sama –malah malu, kalau lagi main bareng kok
model dan warna bajunya sama-. Kalau segala sesuatunya diseragamkan, kesannya childist banget.
Sekali lagi, meski secara
keseluruhan anak kembar memiliki karakter yang hampir sama, tapi aku dan dia
tetaplah pribadi yang berbeda. Meski pernah tumbuh bersama pada satu rahim,
pada hakikatnya anak kembar tidaklah ‘kembar’. Setelah kami
tumbuh dewasa, semakin terlihat perbedaan diantara kami, mulai dari selera
baca, mata pelajaran yang disukai, hingga klub sepak bola favorit. Tak jarang pula kami berselisih pendapat, berbeda pandangan saat menentukan keputusan bersama. Aku kira itu
hal yang wajar.
Meski saat tumbuh dewasa
perbedaan diantara kami kian kentara, tapi aku merasa bahwa insting dan naluri
kami masih sama seperti dulu. Insting dan naluri anak kembar, insting dan
naluri yang unik dan kuat. Sampai saat ini, aku merasa bahwa aku dan dia masih
saja diikat oleh kepekaan rasa batin yang sama. Kepekan rasa batin yang lebih
dari sekedar kepekaan yang dimiliki oleh hubungan kakak-adik biasa.
Ya begitulah kami. Menjadi anak kembar adalah takdir yang harus kami jalani. Kau tahu, menjadi anak kembar, artinya memiliki sahabat seumur hidup. Bahkan sebelum aku melihat dunia, saat aku masih tumbuh di dalam rahim ibu, aku sudah memiliki seorang teman hidup. Menjadi anak kembar, itu artinya aku sudah terbiasa memiliki teman berbagi, teman saling menolong, dan juga teman berantem. Menjadi anak kembar berarti harus siap dibanding-bandingkan satu sama lain. Menjadi anak kembar berarti harus siap memiliki banyak teman. Temanku adalah temannya juga, temannya adalah temanku juga. Menjadi anak kembar berarti harus siap mengahadapi situasi konyol. Hal konyol yang paling elementer misalnya : kerabat yang sampai sekarang masih bingung membedakan kami , seringkali tertukar saat memanggil nama masing-masing dari kami. Pun demikian teman-teman kami, seringkali tertukar saat menyebut nama. Itu sebabnya kami sering dianggap sebagai ‘siluman’.
Ya begitulah kami. Menjadi anak kembar adalah takdir yang harus kami jalani. Kau tahu, menjadi anak kembar, artinya memiliki sahabat seumur hidup. Bahkan sebelum aku melihat dunia, saat aku masih tumbuh di dalam rahim ibu, aku sudah memiliki seorang teman hidup. Menjadi anak kembar, itu artinya aku sudah terbiasa memiliki teman berbagi, teman saling menolong, dan juga teman berantem. Menjadi anak kembar berarti harus siap dibanding-bandingkan satu sama lain. Menjadi anak kembar berarti harus siap memiliki banyak teman. Temanku adalah temannya juga, temannya adalah temanku juga. Menjadi anak kembar berarti harus siap mengahadapi situasi konyol. Hal konyol yang paling elementer misalnya : kerabat yang sampai sekarang masih bingung membedakan kami , seringkali tertukar saat memanggil nama masing-masing dari kami. Pun demikian teman-teman kami, seringkali tertukar saat menyebut nama. Itu sebabnya kami sering dianggap sebagai ‘siluman’.
Dan kini, kami memiliki kehidupan
masing-masing, terpisah jarak Semarang-Jakarta. Saat sendirian seperti ini, aku
teringat masa lalu. Baik itu hal yang menggembirakan maupun menyedihkan. Dulu saat kami masih kuliah bersama, saat aku sedang sakit, dialah yang merawatku,
membelikanku obat atau memijatku. Pun demikian sebaliknya. Saat aku sedang
sibuk, dialah yang mencucikan baju dan celanaku. Pun demikian sebaliknya. Saat aku sedang mengalami kesulitan, dialah yang membantuku. Pun demikian
sebaliknya. Kini, saat jemari-jemari ini tak dapat lagi menggapainya, aku hanya
bisa mengandalkan hati dan pikiran. Memohonkan doa kepada Allah untuk selalu
menjaganya.
Oia, sebelum aku benar-benar mengakhiri
tulisanku kali ini, aku ingin bertanya padamu. Apakah kau juga sama seperti teman-teman cewekku yang lebay itu, suatu saat nanti tertarik ingin punya anak kembar yang ‘unyu-unyu’ ? jika tertarik, saran terbaikku, menikah sajalah dengan anak
kembar. *eh malah numpang iklan XD*
*) Semarang, 23 Juni 2014
Cieee anak kembar. Paragraf terakhirmu itu lho mas.. hahaa
BalasHapusPargraf terkahir ? emang kenapa ? pengen ? :p
Hapuskalo pengen punya anak kembar, kenapa pula harus menikah dengan anak kembar ? :p
Hapuskalo kamu menikah dg anak kembar, setidaknya dalam dirimu akan tertanam faktor gen anak kembar, Dinda. Probabilitas. hihihii
HapusTulisan tentang anak kembar, ditulis oleh anak kembar. Menarik.
BalasHapusiya adi, trimakasih sudah mampir. salam kenal ^^
Hapusyang 2 foto terakhir aku gabisa mbedain yang mana yang mas mansyah dan yg mana yang kembarannya mas -___- haha
BalasHapuskalo yang foto kedua. -_- mas berasa artis ya mas ? :p
namanya juga kembar, susah dibedain dong.. :D
Hapusartis ? gak juga, malah berasa 'Dewa paling unyu-unyu' hahaa
ish -__________- kegeeraaaaan
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuski sing nulis mas mansyah apa mas manto??? -_-"
BalasHapusyou know whom lah kim.. hehee
Hapusnikahin adek mas.. nikahin..
BalasHapus*obsesi pen punya anak kembar*
adeknya siapa nih yang suruh dinikahin ? hahah
Hapus