Sabtu, 19 April 2014

Sepatu (Baru) untuk Ayah

Kapan terakhir kita memeluk ayah kita ?
Menatap wajahnya, lantas bilang, kita sungguh sayang padanya ?
Kapan terakhir kali kita bercakap ringan, tertawa gelak, bercengkerama, lantas menyentuh lembut tangannya, bilang kita sungguh bangga padanya ?
Saat kita masih punya kesempatan, berlarilah secepat mungkin menemui ayah kita, sebelum semuanya terlambat, dan kita tidak pernah sempat mengatakannya.
-Tere liye, Ayahku (bukan) Pembohong-




Sepatu sport itu ia beli sekitar satu tahun yang lalu di Pasar Johar. Pada alas sepatunya, dibeberapa bagian ada yg terlihat menganga, lem sepatunya terlihat mengelupas. “Ukurannya cuman 39, gak pas dengan ukuran kakiku” katanya waktu itu “jari kakiku sering lecet-lecet kalo pake sepatu ini, udah hampir dua bulan tuh sepatu gak pernah aku pake..” begitulah ia bercerita padaku perihal sepatunya itu. Lalu, tanpa proses ‘diplomasi’ yang panjang, akhirnya sepatu rusak itu menjadi milikku. Aku yang memintanya untuk memberika sepatu itu padaku. Meski bukan sepatu bermerk, aku tetap senang temanku berkenan memberikan sepatu itu padaku. Esok harinya, aku membawa sepatu itu pada tukang sol yang biasa mangkal di dekat Masjid Diponegoro, berharap bahwa tukang sol akan mempermak sepatu itu menjadi sepatu ‘baru’.
Kau tahu, ukuran kakiku juga terlalu besar untuk sepatu sport ukuran 39. Lalu, kenapa harus repot-repot ke tukang sol sepatu segala kalo emang sepatunya gak muat ?. Tentu sepatu itu bukan untukku, tapi untuk ayahku. Akhir-akhir ini, padatnya aktivitas di Semarang dan ambisi ingin segera menyelesaikan tugas akhir kuliah ‘menakdirkanku’ jarang pulang. Efeknya, aku benar-benar rindu dengan keluargaku. Dan sepatu sport itu mengingatkanku pada ayahku. Dulu –duluuuu sekali, saat aku masih duduk di bangku SMP- saat hari libur sekolah tiba, ayah seringkali mengajakku joging keliling kampung menikmati udara pagi yang sejuk dan segar. Dan itu adalah momen yg sudah sangat lama. Lama sekali. Menjelang aku remaja, aku seringkali menolak ajakan joging ayahku dan membiarkan ayahku joging sendiri tanpa kawan. Saat hari libur tiba, seringkali aku malah bangun kesiangan –karena malam harinya begadang sampai larut. Jika tidak bangun kesiangan, aku justru asyik nonton anime di TV dan mengacuhkan ajakan ayahku –saat hari libur, acara televisi jauh lebih menarik daripada hari-hari biasa. Ah, bodohnya aku saat itu. Begitulah hidup. Saat kau sudah tumbuh dewasa, seringkali kau baru menyadari bahwa banyak hal-hal bodoh yang kau lakukan saat masa kecilmu dulu. Tak terkecuali hal-hal bodoh yang kau lakukan pada orang tuamu.
Minggu lalu, aku menyempatkan diri pulang ke rumah. Pagi berikutnya setelah aku di rumah, sekitar pukul 6 pagi, aku mengajak ayahku joging, lari pagi mengelilingi kampung. Dan tentu saja, beliau mengenakan sepatu 'baru' yang aku hadiahkan untuknya. Aku harus memaklumi bahwa usianya tak lagi muda. Dulu, saat joging bersama aku seringkali tertinggal jauh di belakang, tapi kini justru ayahku lah yang tertinggal jauh di belakang. Kadang aku harus memperlambat lariku, tentu untuk mengimbangi larinya yang sudah tak sehebat dulu. Bahkan, pagi itu kami justru lebih banyak berjalan ketimbang lari. Tidak masalah jika pada akhirnya kami berjalan, yang terpenting pagi itu adalah pagi yang tetap mengesankan bagiku.
Jika kau ingin melakukan kebaikan, aku sarankan untuk menyegerakannya.Tak perlu menunggu datangnya tahun baru untuk melakukan sebuah revolusi diri.  Pun demikian saat kau ingin memberi sesuatu pada orang tuamu, tak perlu menunggu datangnya hari ulang tahun atau momen special lainnya. Kapan pun kau boleh melakukannya. Tak harus memberi sesuatu yang ‘Wah’, yang penting bisa memberi kesan mendalam, iya bukan ?. Dan bagiku, tak masalah apakah sepatu yang aku berikan pada ayahku adalah sepatu bekas atau baru, yang penting bisa memberi kesan mendalam, bagiku atau pun baginya. (*)


*) Semarang, 19 April 2014

12 komentar:

  1. balik-balik... Jare mumpung tesih enom. -___-

    BalasHapus
  2. haha
    masalahe, bapak seng ra ngolehne muleh :'D -____-

    BalasHapus
    Balasan
    1. berarti rasa mulih tekan lulus :D *manut bapak.

      Hapus
    2. berarti 'tak akan pulang sebelum sukses' ? #quote #tumblr hahaha

      Hapus
    3. nek ngunu sidone malah ra mulih-mulih.. -__-

      Hapus
    4. hahaha makane kan gen ndang lulus gen ndang muleh #eh

      Hapus
  3. kan kamu bikin aku kangen bapak syah!
    tanggung jawab -,-

    BalasHapus