Rabu, 14 Agustus 2013

Berlari dengan Beban


"Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan" (Qs Al Insyirah;94:6)     

                                           planetsport.net       
         Ia masih sama seperti dulu, gaya bicaranya tidak pernah berubah,selalu lembut dan enak didengar. Tebal kumisnya masih terlihat sama seperti terakhir kali aku berjumpa dengannya satu tahun yang lalu. Ia adalah teman kecilku saat SD. Tri namanya.
       Sore itu, semilir angin sore menemani perbincangan sederhana kami. Kami sedang duduk-duduk santai di tepi lapangan ( Lapangan ini dulu biasa kami jadikan tempat bermain bersama). Tri banyak bercerita tentang dunia barunya, dunia kerja. Terhitung dari dua tahun yang lalu, dia tercatat sebagai karyawan di pabrik otomotif di daerah Cikarang Bekasi. Dia bertutur bahwa di tempat dia bekerja saat ini, dia direkrut menjadi atlet “timnas” sepak bola. Cerita singkat darinya itulah yang akan menjadi “ruh” tulisanku kali ini.

       Ia bercerita bahwa rangkaian seleksi fisik yang ia jalani tidaklah semudah yang ia bayangkan seperti sebelumnya. Salah satu bentuk seleksi tersebut adalah lari mengelilingi lapangan, dengan masing-masing kaki diikatkan pada beban berupa lempengan besi yang berat. Tri tidak menyebut pasti berapa berat lempengan besi tersebut. Tapi aku bisa membayangkan bahwa proses lari yang semula biasa saja menjadi bertambah berat sebab adanya beban lempengan besi. Meski langkah semakin berat dan energi semakin mudah terkuras, para calon atlet tetap dipaksa untuk berlari sampai jumlah putaran yang telah ditentukan. Seperti yang ia duga, hanya beberapa calon atlet saja yang yang mampu menyelesaikan jumlah putaran lari dengan kaki terikat beban, termasuk dirinya. Selebihnya.. tidak kuat, hingga akhirnya menyerah, bahkan ada yang sampai pingsan.
      Pada seleksi fisik hari berikutnya, semua atlet diminta untuk berlari mengelilingi lapangan dengan banyak putaran yang sama dengan sebelumnya. Bedanya, kali ini masing-masing kaki tidak diikatkan pada beban, karena kali ini setiap calon atlet akan diukur tingkat kecepatan larinya. Ternyata, calon atlet yang pada tahap sebelumnya mampu menyelesaikan putaran larinya, kini mereka berlari jauh lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang pada tahap sebelumnya menyerah. Tri berkata “Hari itu aku merasa bahwa lariku sangat cepat. Mungkin karena aku berhasil berlari menggunakan beban pada hari sebelumnya, jadi saat beban itu dilepas aku ngerasa bahwa kaki ini berasa sangat ringan untuk berlari”
       Kau tahu, mungkin bagi Tri, obrolan sore itu hanya sekedar obrolan biasa. Tapi, ketika ceritanya direnungi, menurutku ada hikmah yang sangat menarik. Mozaik kehidupan tak jarang menghantarkan kita pada masa-masa yang (sangat) sulit. Ketahuilah, bahwa Allah tidak pernah berkehendak mendzalimi umatNya dengan kesulitan-kesulitan yang Dia hadirkan. Ketahuilah, kesulitan itu dihadirkan sebagai tantangan untuk mempersiapkan diri kita lebih kuat lagi dikemudian hari, tapi dengan syarat kita harus kuat melewati tantangan yang Allah berikan saat ini, iya bukan ?. 
          Ya, layaknya seleksi lari dengan beban berupa lempengan besi yang Tri ceritakan padaku. Maka jangan pernah menganggap bahwa kesulitan yang Allah berikan kepada kita adalah sebuah beban apalagi sebuah kesialan. Jika kau saat ini sedang berada pada masa-masa sulit, merasa ada ‘tembok’ begitu tinggi di depanmu, maka bersyukurlah. Bersyukurlah  jika saat ini kau  sedang dilatih “berlari dengan beban”.  Bersykurlah karena itu artinya kau sedang betul-betul dipersiapkan untuk lebih mudah, lebih kuat, dan lebih tangguh menghadapi tantangan-tantangan kehidupan berikutnya dikemudian hari. Besarnya ujian yang Allah berikan kapada kita setara dengan tingkat kapasitas diri kita. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh. Aku kira suatu kekeliruan besar jika kau minta padaNya untuk memeperkecil skala kesulitan yang sedang kau hadapi. Mintalah padaNya untuk memeperbesar skala kekuatan kita dalam menghadapi setiap masalah. Hadapi segalanya dengan sabar dan syukur. Nikmati sajalah sekenarioNya, yakinlah bahwa semua akan indah pada waktunya, iya bukan ?. (*)


*) Banyumas, 11 Agustus 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar