"Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan" (Qs Al Insyirah;94:6)
planetsport.net
Ia masih sama seperti dulu, gaya bicaranya tidak
pernah berubah,selalu lembut dan enak didengar. Tebal kumisnya masih terlihat
sama seperti terakhir kali aku berjumpa dengannya satu tahun yang lalu. Ia
adalah teman kecilku saat SD. Tri namanya.
Sore itu, semilir angin sore menemani perbincangan
sederhana kami. Kami sedang duduk-duduk santai di tepi lapangan ( Lapangan ini
dulu biasa kami jadikan tempat bermain bersama). Tri banyak bercerita tentang
dunia barunya, dunia kerja. Terhitung dari dua tahun yang lalu, dia tercatat
sebagai karyawan di pabrik otomotif di daerah Cikarang Bekasi. Dia bertutur
bahwa di tempat dia bekerja saat ini, dia direkrut menjadi atlet “timnas” sepak
bola. Cerita singkat darinya itulah yang akan menjadi “ruh” tulisanku kali
ini.
Ia bercerita bahwa rangkaian seleksi fisik yang ia
jalani tidaklah semudah yang ia bayangkan seperti sebelumnya. Salah satu bentuk
seleksi tersebut adalah lari mengelilingi lapangan, dengan masing-masing kaki
diikatkan pada beban berupa lempengan besi yang berat. Tri tidak menyebut pasti
berapa berat lempengan besi tersebut. Tapi aku bisa membayangkan bahwa proses
lari yang semula biasa saja menjadi bertambah berat sebab adanya beban
lempengan besi. Meski langkah semakin berat dan energi semakin mudah terkuras,
para calon atlet tetap dipaksa untuk berlari sampai jumlah putaran yang telah
ditentukan. Seperti yang ia duga, hanya beberapa calon atlet saja yang yang
mampu menyelesaikan jumlah putaran lari dengan kaki terikat beban, termasuk
dirinya. Selebihnya.. tidak kuat, hingga akhirnya menyerah, bahkan ada yang
sampai pingsan.
Pada seleksi fisik hari berikutnya, semua atlet
diminta untuk berlari mengelilingi lapangan dengan banyak putaran yang sama
dengan sebelumnya. Bedanya, kali ini masing-masing kaki tidak diikatkan pada
beban, karena kali ini setiap calon atlet akan diukur tingkat kecepatan
larinya. Ternyata, calon atlet yang pada tahap sebelumnya mampu menyelesaikan
putaran larinya, kini mereka berlari jauh lebih cepat dibandingkan dengan
mereka yang pada tahap sebelumnya menyerah. Tri berkata “Hari itu aku merasa
bahwa lariku sangat cepat. Mungkin karena aku berhasil berlari menggunakan
beban pada hari sebelumnya, jadi saat beban itu dilepas aku ngerasa bahwa kaki
ini berasa sangat ringan untuk berlari”
Kau tahu, mungkin bagi Tri, obrolan sore itu hanya sekedar
obrolan biasa. Tapi, ketika ceritanya direnungi, menurutku ada hikmah yang
sangat menarik. Mozaik kehidupan tak jarang menghantarkan kita pada masa-masa yang (sangat) sulit. Ketahuilah, bahwa Allah tidak pernah berkehendak mendzalimi umatNya
dengan kesulitan-kesulitan yang Dia hadirkan. Ketahuilah, kesulitan itu
dihadirkan sebagai tantangan untuk mempersiapkan diri kita lebih kuat lagi
dikemudian hari, tapi dengan syarat kita harus kuat melewati tantangan yang
Allah berikan saat ini, iya bukan ?.
Ya, layaknya seleksi lari dengan beban berupa lempengan besi yang Tri ceritakan padaku. Maka jangan pernah menganggap bahwa kesulitan yang Allah berikan kepada kita adalah sebuah beban apalagi sebuah kesialan. Jika kau saat ini sedang berada pada masa-masa sulit, merasa ada ‘tembok’ begitu tinggi di depanmu, maka bersyukurlah. Bersyukurlah jika saat ini kau sedang dilatih “berlari dengan beban”. Bersykurlah karena itu artinya kau sedang betul-betul dipersiapkan untuk lebih mudah, lebih kuat, dan lebih tangguh menghadapi tantangan-tantangan kehidupan berikutnya dikemudian hari. Besarnya ujian yang Allah berikan kapada kita setara dengan tingkat kapasitas diri kita. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh. Aku kira suatu kekeliruan besar jika kau minta padaNya untuk memeperkecil skala kesulitan yang sedang kau hadapi. Mintalah padaNya untuk memeperbesar skala kekuatan kita dalam menghadapi setiap masalah. Hadapi segalanya dengan sabar dan syukur. Nikmati sajalah sekenarioNya, yakinlah bahwa semua akan indah pada waktunya, iya bukan ?. (*)
Ya, layaknya seleksi lari dengan beban berupa lempengan besi yang Tri ceritakan padaku. Maka jangan pernah menganggap bahwa kesulitan yang Allah berikan kepada kita adalah sebuah beban apalagi sebuah kesialan. Jika kau saat ini sedang berada pada masa-masa sulit, merasa ada ‘tembok’ begitu tinggi di depanmu, maka bersyukurlah. Bersyukurlah jika saat ini kau sedang dilatih “berlari dengan beban”. Bersykurlah karena itu artinya kau sedang betul-betul dipersiapkan untuk lebih mudah, lebih kuat, dan lebih tangguh menghadapi tantangan-tantangan kehidupan berikutnya dikemudian hari. Besarnya ujian yang Allah berikan kapada kita setara dengan tingkat kapasitas diri kita. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh. Aku kira suatu kekeliruan besar jika kau minta padaNya untuk memeperkecil skala kesulitan yang sedang kau hadapi. Mintalah padaNya untuk memeperbesar skala kekuatan kita dalam menghadapi setiap masalah. Hadapi segalanya dengan sabar dan syukur. Nikmati sajalah sekenarioNya, yakinlah bahwa semua akan indah pada waktunya, iya bukan ?. (*)
*) Banyumas, 11 Agustus 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar