Senin, 13 Februari 2012

Maulid Nabi dan Mereka

"Sesungguhnya telah ada pada ( diri ) Rasululloh suri tauladan yang baik bagimu ( yaitu ) bagi orang-orang yang mengharap ( rahmat ) Allah dan ( kedatangan ) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." ( Al-Ahzab : 21 )



Selalu ada yang aneh, selalu ada yang lucu, selalu ada yang bodoh tentang negeri ini. Seperti biasa, saya selalu bertingkah "sok tahu"  . Tentang apa ? tentang semuanya. Itu terserah anda mau menilai saya sok tau dalam hal apa. Seperti tulisan-tulisan saya sebelumnya, kali ini saya juga akan berbicara ( setengah berteriak ) tentang pemerintah kita, pemimpin politik, pejabat, semuanya.
Anda tahu bahwa pada tahun-tahun sebelumnya, perayaan maulid Nabi Muhamad SAW selau ramai. Pun demikian dengan tahun ini, perayaannya tidak kalah ramai. Di kampung-kampung, di sekolah-sekolah, di pesantren-pesantren, dsb. Termasuk para pemimpin-pemimpin kita yang lucu. Setiap kali ada perayaan Maulid Nabi Muhamad SAW, telinga dan mulut mereka selalu disibukkan untuk menyerukan agar umat muslim di Indonesia meneladani sabda dan perbuatan Rosululloh. Tahukah anda, justru dengan perihal tersebut semakin menegaskan bahwa  ( seperti biasa ) mereka hanya menebar sandiwara. Menebar kebusukan retorika.
Jelas sekali bahwa praktik kepemimpinan yang mereka jalankan jauh dari nilai-nilai idealisme Nabi Muhamad SAW.  Misal, pernah dikisahkan bahwa suatu ketika dua petinggi suku qurais mendatangi kediaman nabi. Maksud kedatangan mereka adalah untuk melakukan pelobian agar nabi bersedia menghentikan dakwah Islam di Mekkah. Tentu dengan iming-iming yang sangat menggiurkan. Nabi ditawari jabatan / harta dan wanita ( kekayaan dan kenikmatan ). Ternyata tidak seperti yang diperkirakan oleh kedua orang Quraisy tersebut, dengan "tegas" nabi menolak tawaran tersebut. Ketika teladan kita tetap memegang teguh idealisme kepemimpinan dengan menolak tawaran busuk ala suku Quraisy, pemimpin-pemimpin kita saat ini justru melanggengkan praktek busuk semacam ini. Kasup suap Bank Century, skandal pajak, suap di kejaksaan, kasus wisma atlet dan hambalang adalah beberapa contoh aksi tawar menawar politik kita.
Nilai-nilai idealisme kepemimpinan nabi setidaknya terwariskan kepada empat khulafaurrasyidin. Salah satunya adalah khalifah Abu Bakar As Sidiq. Setelah rosul wafat, roda kepemimpinan diserahkan kepada sahabat Abu Bakar As Sidiq. Tahu kah anda apa yang terjadi ketika sahabat Abu Bakar resmi terpilih menjadi amirul mu’minin pengganti nabi ? Ya benar, beliau menangis. Tahu kah anda mengapa beliau menangis ? Ah bukan. Baliau menangis bukan sebagai wujud ungkapan keharuan karena rasa bahagia yang memuncak melainkan sebaliknya. Tangisan beliau sebagai wujud ratapan rasa sedih dan rasa takut yang teramat mendalam. " Menjadi pemimpin adalah mengemban amanah yang tidak hanya dipertanggungjawabkan di hadapan  rakyat, melainkan juga dihadapan Allah SWT." ungkap sang khalifah. Bagaimana dengan pemimpin kita ? ( seperti biasa ) mereka justru malah berebut kekuasaan. Berjuang dan berlomba-lomba memperebutkan kekuasaan yang dikehendaki, hingga segala cara pun ditempuh demi mendapatkannya, termasukdengan  cara-cara  primitif . Apa yang terjadi setelah mereka mendapatkan kekuasaanya ? menangiskah seperti khalifah Abu Bakar ? Jangan harap. Justru pesta meriahlah yang mereka rayakan. Dengan suka ria, mereka merayakan kemenangan fana bersama kerabat, rekan-rekan, kolega, dsb. Selanjutnya, jarang dari mereka yang benar-benar melaksanakan amanah konstitusi mereka kepada rakyat, apa lagi  sekedar memikirkan amanah di akhirat.
Apa pun kritik saya kepada mereka, yang terpenting apa pun jabatan anda, apa pun posisi anda saat ini, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk meneladani setiap perilaku ( sunnah ) dari Rosululloh SAW. Jadikan setiap sabda dan perilaku Beliau sebagai uswatun khasanah. Bukankah kehadiran Nabi di muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan  akhlak manusia ?
Saya selalu benci ketika harus mengakhiri sebuah tulisan dengan sebuah pertanyan. Terlebih pertanyaan yang menyulitkan ( diri sendiri ). Ah... apakah yang saya lakukan lewat tulisan semacam ini termasuk wujud uswatun khasanah ala Nabi Muhamad SAW ? (*)


* Semarang, 13 Februari 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar